Cerita Rakyat dari Bali
Pada zaman dahulu, di daerah Bali bagian timur berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama kerajaan Klungkung. Rajanya, Ida Dewa Agung Sri Ratu Dalem, sangat dicintai rakyatnya karena selama pemerintahannya, keadaan aman, tenteram, adil dan sejahtera. Raja mempunyai dua orang istri dan dua orang putra dari istrinya yang kedua. Mama kedua putra itu adalah Sri Ratu Dalem Putih dan Sri Ratu Dalem Ireng.
Semula, Baginda Raja Dewa Agung sangat mengasihi istrinya yang kedua dan putra-putranya yang lucu. Namun, setelah Dalem Ireng mulai belajar berdiri dan melangkah, sikap Dewa Agung berubah. Dewa Agung sangat membenci kedua putra dan istri keduanya. Sebaliknya, Dewa Agung sangat mengasihi istrinya yang pertama, padahal permaisurinya itu tidak melahirkan seorang putra pun.
"Paman Patih!" kata raja pada suatu pagi kepada patihnya yang setia. "Usir istriku yang kedua bersama putra-putranya! Aku benar-benar benci melihat wajah mereka."
Patih yang terheran-heran melihat sikap rajanya yang aneh itu, mula-mula menolak perintah itu. Akan tetapi, sebagai seorang abdi raja, apalagi di bawah ancaman, terpaksalah ia menjalankan perintah yang tidak berprikemanusiaan itu. patih itu menyadari bahwa sikap raja yang berubah mendadak itu karena pengaruh permaisuti, namun ia tidak berani mengutarakan pendapatnya. Memang sejak lama permaisuri yang tidak berputra itu sangat takut kekuasaan raja yang akan diwariskan kepada putra istri kedua. Sebelum hal itu terjadi, Permaisuri berusaha mempengaruhi pikiran raja untuk menyingkirkan istri kedua bersama putra-putranya. Dengan demikian, kekuasaan tetap dipegang Dewa Agung dibawah kendali sang permaisuri.
Hari itu juga sang patih menggiringi kedua putra dan ibunya keluar istana. Seluruh warga istana menangis melihat kepergian mereka, apalagi melihat sang ibu dengan susah payah menggendong Dalem Ireng sambil menuntun Dalem Putih yang berjalan bertatih-tatih. D tengah-tengah hutan yang lebat, patih utusan raja itu melepas keluarga yang malang itu dengan perasaan iba.
Siang malam, keluarga yang terbuang itu meratapi nasibnya. Entah kutukan apa yang menimpanya sehingga harus menerima nasib yang pahit itu. Dalam terik kepanasan, kehausan dan kelaparan, sang ibu mengajak putra-putranya berisstirahat dibawah pohon yang tindang. Dekat pohon itu berdiri sebuah pura, namanya pura Dalem Klotk. Di depan pura itu, sang ibu berdoa agar Yang Mahakuasa memberikannya kekuatan dan perlindungan.
Berhari-hari lamanya, keluarga itu didera penderitaan. Mereka berpindah-pindah tempat, mencari buah-buahan yang dapat dimakan. Sang ibu yang selalu menggendong Dalem Ireng dan kadang-kadang juga harus menggendong Dalem Putih, makin lama makin kehabisan tenaga. Apalagi ia harus memetikkan buah-buahan untuk kedua putranya. Dietngah keputusasaan, pada suatu fajar menyingsing, sang ibu terpaksa meninggalkan putranya yang lebih besar.
"Semoga Dalem Putih dapat mengatasi dirinya sendiri," katanya sambil menangis meninggalkan putranya yang sedang tertidur lelap.
Pagi itu, setelah matahari terbit, Dalem Putih terbangun. Didapatinya ibu dan adiknya tdak berada di sampingnya. Di tengah rasa takut, ia memanggil-manggil ibunya. Kemudian di tengah hutan yang lebat itu, ia mencari-cari jejak ibunya sambil menangis meraung-raung.
"ada apa anak kecil?"
Tiba-tiba dari bali pohon muncul seorang tua. Anak itu bertambah takut. Sambil menangis, ia beranjak lari.
"Jangan takut, anak kecil! Namaku Dukuh Sakti. Aku sedang bertapa di hutan ini," kata orang tua itu setelah berhasil menangkapnya.
Dalem Putih pun digendongnya menuju pondoknya.
Betapa senangnnya Dukuh Sakti ditemani Dalem Putih. Anak kecil itu sangat disayanginya. Dukuh Sakti sangat bersyukur mendapatkan seorang anak lelaki yang cerdas, rajin dan tabah.
Dalem Putih sangat dipercaya untuk mewarisi segala ilmu Dukuh Sakti. Bermain silat, bermeditasi, membaca mantra dan segala macam ilmu pengobatan dalam waktu singkat telah dikuasai oleh Dalem Putih.
Setelah dewasa, Dalem Putih benar-benar telah mendapat bekal ilmu yang lengkap. Namun, rupa-rupanya yang Mahakuasa harus memisahkan kedua orang berilmu itu. Menjelang ajalnya, Dukuh Sakti berpesan kepada muridnya yang sudah dianggap anak itu.
"Anakku! Setelah tiba saatnya, Yang Mahakuasa memanggilku, pergilah kamu ke arah barat daya. Tinggallah di daerah sekitar pura Uluwatu. Amalkanlah ilmu yang telah kau kuasai itu kepada orang-orang yang memerlukan!"
Dengan berat hati, Dalem Putih harus menginggalkan pondok Duku Sakti yang telah tiada. Baginya pondik itu merupakan sebah asrama yang telah memberinya pendidikan yang sempurna. Apa boleh buat, ia harus menaati petunjuk guru sekaligus orang tuanya. Setelah melewati hutan-hutan yang lebat, jurang, sungai, dan bukit, akhirnya lelaki yang tabah itu sampai di daerah Uluwatu, ujung selatan Pulau Bali. Di sanalah ia memulai hidupnya yang baru, membabat hutan yang lebat dan mendirikan sebuah pondok.
Kehadiran Dalem Putih di daerah yang baru itu segera terdengar oleh penduduk di sekitarnya. Lebih-lebih setelah mengetahui Dalem Putih adalah seorang dukun yang sakti. Sudah berpuluh-puluh orang yang sakit keras tertolong olehnya.
Pemuda tampan itu bukan saja dikenal berilmu, tetapi juga sopan, rajin dan baik budi kepada setiap orang. Banyak gadis cantik yang tertarik kepadanya. Akhirnya, ia pun menikah denga seorang perawan yang paling cantik di daerah itu.
Pada suatu haro, seorang pemuda singgah di pondok Dalme Putih. Kebetula, Dalem Putih sedang mencangkul di kebun. Tamu itu hanya disambut istrinya.
"Maaf, suami saya sedang bekerja di kebun. Kalau Jero tidak keberatan, tunggulah sebentar," kata yang istri dengan ramah.
Istri Dalem Putih pun menjemput suaminya ke kebun.
Istri Dalem Putih mengira tamu itu adalah seorang miskin yang sakit. Badannya kurus, matanya sayu, dan pakaiannya kumal dan compang-camping.
Ketika suami-istri itu kembali ke pondok, tamu yang aneh itu tidak ada lagi. Dalem Putih curiga, jangan-jangan pemuda itu adalah seorang pencuri, Ternyata dugaan mereka benar.
"Kurang ajar!" bentak Dalem Putih setelah melihat dapurnya berantakan dan makanan yang dihidangkan istrinya ludes. "Tamu kurang ajar itu bukan saja mencuri, tetapi berniat jahat pada kita," sambugnnya seraya berlari mengejar pemuda tak diundang itu.
Di sebuah tikungan, Dalem Putih berhasil menangkap pemuda itu.
"hai, pemuda kurang ajar! Apa maksudmu mempermainkan aku?" kata Dalem Putih marah-marah
Pemuda itu bukan minta maaf, tetapi balik memukul Dalem Putih. Dalem Putih tidak dapat menahan amarahnya, lalu balas memukul pemuda kurus itu. Terjadilah perkelahiaan yang sengit. Baku hantam, gumul-menggumul, dan saling tindih. Tidak ada tanda-tanda pemuda kurus itu akan menyerah, malah bertambah garang.Tanpa mereka sadari kedua pemuda ang seddang bergumul itu berguling-guling ke jurang yang dalam, lalu tersangkut di semak belukar.
"Siapa kau?" tanya Dalem Putih kepada lawannya setelah sama-sama tidak mampu melepaskan pukulan.
"Ibuku memberi nama aku Dalem Ireng. Dan siapa kau?" pemuda kumal itu balik bertanya
Dalem Putih kaget, lalu segera memeluk pemuda yang kurus itu.
"Aku kakakmu, Dalem Putih," kata Dalem Putih sambil mencucurkan ait mata.
Kedua pemuda yang terpisah sejak kecil itu bertemu dalam pelukan yang berbahagia dan saling merindukan. Namun pertemuan itu harus berakhir dengan perpisahan pula. Dalem Ireng yang biasa hidup mmengembara tidak mau tinggal bersama-sama kakanya. Ia merasa berbahagia hidup dalam petualangan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Adapun Dalem Putih, atas permintaan penduduk, memilih tetap tinggal di daerah baru itu. Berhari-hari mereka bergotong royong membuka hutan belantara di sebelah utara pura Uluwatu. Daerah yang baru dibuka itu sangat luas, seperti sebuah daratan yang terhampar dan terapit latu di kiri-kanannya. Daerah yang terhampar luas itu diberi nama Jimbaran, berasal dari kata jimbar yang berarti 'luas terhampar'.
Sekarang, desa Jimbaran telah menjadi objek wisata yang dihiasi hotel-hotel berbintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar